Selasa, 02 Oktober 2007

Analisa Kebijakan Pubik Untuk Mengatasi Krisis Politik:

Usulan Perbaikan untuk RUU Tentang Pemilihan Umum

Republik Indonesia

Oleh: Syafuan Rozi, SIP, M.Si

Periset Bidang Perkembangan Politik Nasional & Perbandingan Politik

Pusat Penelitian Politik (P2P), LIPI, Jakarta

Pengantar

Pemilihan Umum masa depan perlu dirancang untuk menghasilkan sistem politik Indonesia yang lebih demokratis, lebih jujur, punya semangat egaliter (bukan sistem yang membiarkan partai-partai cuma mengandalkan ikatan primordial patron client), bertindak rasional (ada kontrak sosial pemilih & wakilnya-bukan hanya pesta pemilu), cukup kompetitif (terbuka persaingan yang sehat berbagai partai, bukan menghasilkan partai hegemonik).

Selain itu, setiap wakil legislatif dan ketua eksekutif pusat/daerah harus dikenal dan dipilih langsung oleh publik, tetapi juga menghasilkan suasana kondusif, efektif, efisien dan produktif untuk mendukung program kemakmuran dan rasa aman masyarakat Indonesia. Untuk itu sistem pemilu yang menghasilkan ‘Bi-partai’ adalah salah satu jalannya.

Keadaan sistem multipartai pada masa transisi menuju reformasi dewasa ini, di satu sisi cukup baik untuk memungkinkan tumbuhnya kompetisi para kandidat dalam menduduki posisi-posisi politik. Namun, disisi lain dalam proses sistem multipartai ini masih tampak perilaku politik legislatif dan eksekutif yang belum sehat.

Sistem ‘multipartai biasa’ yang para aktor politisinya sangat haus kekuasaan, ‘tidak tahu diri’, menghalalkan segala cara, ada keberpihakan birokrasi, tidak berlangsung ‘fair’ dan ‘tidak memiliki aturan main’ serta ‘law enforcement’ yang jelas, maka dampaknya akan berpotensi untuk menimbulkan ketidakstabilan politik, keadaan ‘politik uang’ / ‘politik dagang sapi’, adanya anarkhi massal karena frustasi politik dan kekerasan politik di masyarakat.

Sistem multipartai sekarang ini, perlu diarahkan kepada keadaan Bi-partai. Untuk itu kompetisi politik di Indonesia perlu dikonvergensikan agar mengarah kepada ‘aliansi dua partai besar’. Ada Beberapa Manfaat Sistem Bi-partai jika diterapkan untuk Indonesia dalam waktu mendatang:

· Sistem Bi-partai akan menghasilkan suasana kondusif, efektif, efisien dan produktif untuk mendukung program kemakmuran dan rasa aman masyarakat Indonesia.

· Akan ada peluang pergiliran dan pergantian kekuasaan secara teratur dan terantisipasi.

· Dengan Bi-partai, perpolitikan Indonesia akan relatif stabil. Bagi masyarakat awam sapapun yang memimpin mereka asalkan kemakmuran dan rasa aman berjalan baik.

· Ada Partai Pemerintah dan ada Partai Pengawas. Akan ada ‘Kabinet yang Sehari-hari Bertugas’ ada ‘Kabinet Bayangan Pengimbang’, yang akan mengawasi fungsi eksekutif dan kabinet birokrasi sehari-hari. Hal ini baik untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak disalahgunakan (abuse of power).

· Masih dimungkinkan terjadinya pluralisme politik, partai-partai baru tidak dilarang untuk tumbuh. Biarkan publik yang memilih menjadi konsumen dalam memilih, dan partai atau kandidat persorangan menjadi ‘produsen’ yang menyediakan ‘pasar politik’. Partai dan calon perorangan yang kurang atau tidak baik, dengan sendirinya tidak laku dipilih.

· Sistem Bi-partai akan memudahkan masyarakat dalam memilih wakil legislatif dan ketua eksekutif pusat/daerah pada hari PEMILU.

Sistem Multipartai yang berkonvergensi Bi-partai ini berpeluang akan menghasilkan kandidat yang mewakili kepentingan konstituen lewat Partai yang Memerintah dan kepentingan konstituen lewat Partai Pengimbang yang Mengawasi.

Analisis Usulan perbaikan RUU Pemilu

Revisi RUU Pemilu Indonesia, perlu mengarah kepada keadaan sebagai berikut:

· Terbentuuknya Sistem Parpol Bi-Partai (yang tetap memberi peluang berbagai partai tumbuh, tetapi ada ‘kesederhanaan’ partai).

· Model Daerah Pemilihan yang bisa mengarah ke Bi-Partai antara lain adalah model distrik atau variasi m Sistem Bi-partai akan menghasilkan suasana kondusif, efektif, efisien dan produktif untuk mendukung program kemakmuran dan rasa aman masyarakat Indonesia.

· odel lainnya.

· Pemilihan dua tingkat yaitu :

1. Pemilihan Langsung Wakil Legislatif (DPR & DPD).

2. Pemilihan Langsung Ketua Eksekutif Pusat-Daerah (Presiden+wakil, Gubernur, Bupati/Walikota).

· Wakil rakyat yang dipilih adalah bertipe Politico (harus bertemu dulu dengan para pemilihnya sebelum mengambil keputusan penting di legislatif), bukan tipe wali atau tipe mandat (yang seolah-olah mengatasnamakan konstituen tapi tidak pernah melakukan konsultasi dengan pemilihnya).

· Seorang kandidat anggota legislatif harus memiliki track-record pengabdian di dalam masyarakatnya. Hal ini ditunjukkan dari bukti-bukti keterlibatannya di dalam masyarakat yang di-verifikasi lewat ‘Fit and Proper Test’ yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Selanjutnya, untuk mewujudkan gagasan di atas perlu diajukan usulan perbaikan untuk RUU Pemilu, yaitu:

Ps. 3 (dari teks yang lama……) , menjadi:

Pemilu dilaksanakan dalam 2 (dua ) tingkat pemilihan, yaitu tingkat pertama, untuk pemilihan legislatif [Dewan Perwakilan Rakyat RI(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), DPRD Profinsi, DPRD Kabupaten/Kotamadya). Tingkat kedua, untuk memilih ketua Eksekutif Pusat (Presiden dan Wakil Presiden) dan Eksekutif Daerah (Gubernur, Bupati/Walikotamadya).

Argumentasi:

· Pemilihan ketua eksekutif Pusat dan Daerah secara langsung oleh publik diharapkan bisa menambah dukungan legitimasi publik terhadap pemerintahan terpilih.

· Mencegah terjadinya ‘money politic’ di tingkat DPR dan DPRD yang diduga terjadi dan beberapa indikasi menunjukkan ke arah itu, ketika calon eksekutif berkompitisi di tingkat parlemen.

· Mencegah dan menjinakkan korupsi, kolusi dan nepotime oleh calon atau pejabat ketua eksekutif. Sebelum dan setelah saat menjabat. Ketua eksekutif pusat maupun daerah tidak perlu mempunyai beban mental harus ‘membayar balas jasa’ kepada kelompok ologharkhi yang akan atau telah memilihnya seperti sistem selama ini. Seorang eksekutif terpilih dan ‘berhutang budi’ kepada publik mayoritas yang memilihnya.

Ps. 5 (1) (dari teks yang lama……) , menjadi:

Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Presiden-Wakil Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota adalah Partai Politik dan calon perorangan.

Ps. 5 (2) Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD, Presiden-Wakil Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota adalah boleh calon dari partai atau calon perorangan.

Ps. 6 Pemilu untuk memilih anggota legislatif dilakukan dengan sistim distrik prefensial. Pemilih memilih nomor kandidat wakilnya secara langsung, bukan tanda gambar Parpol saja. Wakil yang memperoleh preferensi terbanyak berhak mewakili distiriknya. Setiap distrik diwakili oleh 2 orang wakil. Kandidat harus mewakili daerah tempat asal kelahirannya, minimal sarjana (S1) serta pernah tinggal di daerah tersebut minimal 8 tahun.

Bab III, Ps. 14. Perlu ditambahkan syarat-sayarat bagi Parpol:

g. Setiap partai politik diharuskan membuka kantor Parpol yang mengadakan bidang Humas untuk konstituennya (untuk menampung artikulasi kepentingan para pendukungnya), bidang advokasi dan realisasi (untuk memperjuangkan dan mencari solusi permasalahan konstituennya).

h. Setiap partai politik harus menyiapkan saran komunikasi politik bagi konstituennya berupa kotak pos pengadua, hotline telepon, situs internet dan alamat email yang harus diumumkan terbuka lewat media massa nasional.

i. Setiap partai politik wajib melakukan pertemuan di daerah pemilihannya pada saat anggota legislatif melakukan kunjungan reses dan pada saat akan diambilnya pengambilan keputusan yang penting di legislatif. Sistem Bi-partai akan menghasilkan suasana kondusif, efektif, efisien dan produktif untuk mendukung program kemakmuran dan rasa aman masyarakat Indonesia.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda