Catatan Pendek Untuk Oposisi PDIP
Oleh: Syafuan Rozi Soebhan
Periset di Pusat Penelitian Politik
Lembaga Ilmu Pengetahuan
Tradisi oposisi bukan barang asing di nusantara. Model koreksi terhadap raja dimungkinkan lewat mekanisme pepe (berjemur) seperti di
Masalah Oposisi dalam Politik
Oposisi bukan kata baru dalam Ilmu Politik. Oposisi arti harfiahnya “berlawanan”. Kata oposisi hadir dari khazanah budaya politik Inggris dan juga
Lord Acton pernah mengingatkan Kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak dengan sendirinya akan disalahgunakan. Peran opisisi yang sehatlah agar kekuasaaan politik yang ada, tidak disalah gunakan dan diarahkan agar kongkret mengabdi untuk kepentingan orang banyak.memungkinkan munculnya alternatif kebijakan. Oposisi pada dasarnya adalah perbedaan pendapat. Sebab selalu akan banyak pendapat dalam proses merumuskan kebijakan pemerintah. Misalnya, untuk mengatasi kemacetan dan kepadatan
Peran eksekutif dalam iklim demokrasi perlu dikontrol secara sehat melalui faksi-faksi di parlemen. Untuk itu perlu ada yang menjadi oposisi atau kabinet bayangan di parlemen. Namun parlemen pun harus dikontrol juga agar eksekutif bisa bekerja dengan tenang dan efektif. Beberapa negara menganut model bikameral (dua kamar) dalam sebuah parleman.
Opisisi Berbasis Ilmu Pengetahuan?
Oposisi yang sehat memerlukan sikap praxis yaitu memadukan ideologi demokratis dan rasionalitas ilmu pengetahuan dalam praktek politik. Sehingga selain kritik juga menawarkan alternatif solusi. Jika PDIP atau partai manapun menolak impor beras yang akan dilakukan eksekutif, perlu riset kecil untuk mengetahui kondisi irigasi persawahan di nusantara, penyebaran
Ignas Kleden (Kompas, 4 Juli 1998) mengingatkan oposisi dibutuhkan bukan hanya untuk mengawasi kekuasaan. Apa yang baik dan benar dalam politik haruslah diperjuangkan melalui kontes politik dan diuji dalam wacana politik yang terbuka oleh publik. Adalah naif sekali untuk percaya bahwa eksekutif bersama semua pembantu dan penasihatnya dapat merumuskan sendiri apa yang perlu dan tepat untuk segera dilakukan dalam politik, ekonomi, hukum, pendidikan, pangan, energi, kebudayaan dan seterusnya. oposisi dibutuhkan sebagai advocatus diaboli atau devil's advocate yang memainkan peranan setan yang menyelamatkan kita, justru dengan mengganggu kita terus-menerus. Dalam peran tersebut oposisi berkewajiban mengemukakan titik-titik lemah dari suatu kebijakan, sehingga apabila itu diterapkan, segala hal yang dapat merupakan efek samping merugikan sudah lebih dahulu ditekan sampai minimal. Tragedi-komedi dalam politik Orde Baru adalah bahwa oposisi hanya dipandang sebagai devil (setan) dan tidak pernah diakui sebagai advocate (pembela).
Manfaat lainnya adalah bahwa dengan kehadiran oposisi masalah accountability atau pertanggungjawaban akan lebih diperhatikan pemerintah. Tidak segala sesuatu akan diterima begitu saja, seakan-akan dengan sendirinya jelas atau beres dalam pelaksanaannya. Kehadiran oposisi membuat eksekutif perlu menerangkan mengapa suatu kebijaksanaan diambil, apa dasarnya, apa pula tujuan dan urgensinya, dan dengan cara bagaimana kebijaksanaan itu akan diterapkan. Socrates, konon suka mengajar filsafat dari pasar ke pasar, mengemukakan tiga kriteria untuk menguji perlu-tidaknya sebuah tindakan. Pertanyaan 1: apakah sebuah tindakan adalah benar dan dapat dibenarkan? Kalau tindakan itu terbukti benar, maka menyusul pertanyaan ke-2: apakah tindakan yang benar tersebut perlu dilakukan atau tidak perlu dilakukan? Kalau tindakan itu ternyata benar dan perlu, maka pertanyaan ke-3 adalah: apakah hal tersebut baik atau tidak untuk dilaksanakan?. Oposan negeri ini perlu berguru secara imajinatif dengan ilmunya Socrates.
Peran Oposisi PDIP ?
Untuk tidak dianggap sebagai oposisi yang kesepian, PDIP atau partai manapun perlu mencari dukungan publik. Alangkah indahnya kalau peran oposisi suatu partai di Parlemen soal politik beras tidak hanya menolak impor beras dari luar negeri, tapi juga mempertimbangkan usulan yang kongkret dan instrumental untuk memperbaiki nasib petani, kepentingan konsumen dan titik temu dengan pedagang beras, dibandingkan dengan pengalaman kasus Jepang dan Thailand misalnya. Suatu partai sebaiknya melakukan open house untuk membahas isu publik yang paling aktual. Pers perlu dilibatkan secara terbuka, agar para pemilih tahu apa yang sedang diperkuangkan partai dalam membela kepentingan publik pemilihnya. Jangan hanya ramai ketika konggres atau ulang tahun partai.
Untuk kedepan, agar PDIP tidak kesepian dalam beroposisi seperti yang diamati oleh profesor riset Syamsuddin Haris (Kompas (13 Januari 2006), semua politisi Parpol sebaiknya mengedepankan icon demi kehormatan negara dan kemaslahatan masyarakat
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda