Kamis, 20 September 2007

Kebijakan Antiketerlantaran Penduduk

Implementasi Kebijakan

Anti Keterlantaran Penduduk di Indonesia

Oleh: Syafuan Rozi

Periset di Pusat Penelitian Politik

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)-Jakarta

Abstrak

Setelah beberapa orde pemerintahan berganti di Indonesia, pertanyaan yang bisa muncul adalah apa yang sesungguhnya dibutuhkan publik menengah bawah untuk difasilitasi oleh pengelola negara. Apakah berupa perangkat kebijakan dan penentuan fokus prioritas atau dana bantuan ‘sembako’ yang habis sekali pakai dan bisa dimanipulasi distribusinya. Untuk itu perlu disusun kebijakan seperti apa yang yang seharusnya dibuat untuk dijadikan payung pelindung atau lokomotif penarik bagi percepatan perbaikan kondisi masyarakat di Indonesia yang sedang mengalami pendalaman krisis multidimensi, khususya keterpurukan ekonomi pada periode transisi pasca Soeharto.

Policy brief ini mengusulkan diformulasikannya dan diterapkannya: Undang-undang Warisan Plus Pajak Progresif untuk Pengadaan Dana Abadi Pertanggungan Sosial; Pembuatan Perda Pemberdayaan Sosial di tingkat pemerintahan lokal; Pembuatan Kebijakan Hari Peringatan/Acara Festival untuk memutar roda ekonomi pada skala keluarga di tingkat lokal. Untuk menjawab apa yang sesungguhnya dibutuhkan publik menengah bawah untuk difasilitasi oleh pengelola negara dalam rangka menanggulangi kesulitan ekonomi warga negara menegah ke bawah dan penduduk marginal, bukanlah hanya ‘sembako’ saja. Mereka memerlukan kebijakan publik yang bisa memayungi mereka untuk bisa memberdayakan diri.

I. Pengantar

Selama paruh tengah dan akhir Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto ada kelebihan dan kelemahan yang terjadi. Kelebihannya ada antara lain suasana stabilitas politik yang relatif memadai, kestabilan pangan, dibangunnya jalan-jalan tol, tempat-tempat rekreasi dan seterusnya. Kelemahannya pun ada, antara lain banyaknya anak jalanan yang berkeliaran mengadu nasib, para pencari kerja usia produktif yang mengganggur, harga komoditi yang memiskinkan petani.

Ada kecenderungan dominasi pemerintah dalam membangun suatu wilayah. Pemerintah dan birokrasi cenderung berprilaku merasa lebih punya wewenang menentukan apa yang akan dilakukan atau dibangun di suatu tempat. Sedangkan masyarakat yang berada di ‘tingkat akar rumput’, tidak pernah atau jarang ditanya terlebih dahulu tentang apa yang menjadi prioritas kebutuhan mereka. Luar Jawa mengalami ketertinggalan dalam pembangunan pendidikan, kesehatan, sarana transportasi dan lainnya.

Paradigma yang berlaku saat itu adalah adalah dominasi pemerintah. Pemerintah sering berpenampilan sebagai penguasa . Elit pemerintah mengganggap dirinya sebagai patron (bapak) yang paling tahu apa yang terbaik dan publik adalah client (anak-anak).

Publik Indonesia tampak cenderung tergantung (subordinat) dan punya posisi tawar yang rendah terhadap pemerintah. Padahal publik adalah pembayar berbagai macam pajak penghasilan. Selain itu publik juga memberikan hak tanah ulayatnya untuk dikelola sebagai lahan pertambangan dan konsesi hutan yang mendatangkan pemasukan kas negara. Apakah pendapatan negara itu sudah dimaksimalkan untuk pemenuhan kebutuhan publik. Pengelolaannya belum transparan dan belum merata dirasakan berbagai lapisan masyarakat. Pemerintah Orde Baru relatif otonom untuk menentukan sendiri apa yang akan dilakukannya atau tidak dilakukannya. Publik dikooptasi agar bertindak pasif dan kurang begitu diperhitungkan partisipasinya.

II. Perumusan Masalah

Setelah beberapa orde berganti di Indonesia, pertanyaan yang bisa muncul adalah apa yang sesungguhnya dibutuhkan publik menengah bawah untuk difasilitasi oleh pengelola negara? Apakah berupa perangkat kebijakan dan penentuan fokus prioritas?. Kebijakan apa yang yang seharusnya dibuat untuk dijadikan payung pelindung atau lokomotif penarik bagi percepatan perbaikan kondisi masyarakat yang sedang mengalami krisis dan periode transisi pasca Soeharto.

Sebagai contoh apakah ada penelitian sederhana untuk mengetahui apakah kebutuhan masyarakat setempat menurut perhitungan mereka sendiri. Apakah mereka lebih membutuhkan penciptaan pasar bagi para penganggur terdidik dan tidak terdidik?

Apakah mereka membutuhkan, pembangunan rumah yatim piatu dan rumah singgah karena diantara mereka banyak anak-anak, orang terlantar dan pengungsi hidup di jalanan, ketimbang memutuskan membangun monumen-monumen sesuai dengan nama jalan atau merubah nama lama stadion ke nama baru yang tidak begitu banyak berdampak kepada publik kelas menengah bawah.

Prioritas-prioritas yang ada tidak ditanyakan terlebih dahulu ke masyarakat, walaupun ada wakilnya. Pembangunan yang berpola top down, sedangkan yang dirindukan masyarakat adalah pola yang bottom-up. Ada metode PRA (Partisapatory Rapid Appraisal), dengan melibatkan masyarakat lewat cara cepat jajak pendapat tentang perioritas penyusunan anggaran ke depan, proyek apa yang mereka butuhkan dan apa prioritas utama untuk dibangun di kota ini?

Apakah ada suatu model atau sistem yang mampu menanggulangi kesulitan ekonomi warga negara menegah ke bawah dan penduduk marginal seperti:

· para pencari kerja lulusan SMA/Perguruan Tinggi yang masih menganggur.

· Usia produktif yang terkena PHK.

· Penduduk miskin yang lanjut usia.

· Anak-anak Jalanan yatim-piatu.

· Anak-anak jalanan yang masih punya keluarga.

Hal yang perlu diperhatikan adalah, mereka menjadi miskin kadangkala bukan karena mereka malas. Sebabnya bisa jadi sangat struktural seperti telah terjadi proses pemiskinan terhadap mereka secara turun-temurun. Mereka butuh pemberdayaan untuk keluar dari siklus kemiskinan tersebut.

III. Formulasi dan Implentasi Kebijakan Anti Keterlantaran Penduduk

Berikut ini serangkaian usulan formulasi kebijakan berikut implementasi untuk dijadikan payung pelindung atau lokomotif penarik bagi percepatan perbaikan kondisi masyarakat di Indonesia yang sedang mengalami pendalaman krisis multidimensi, khususya keterpurukan ekonomi:

1. Undang-undang Warisan Plus Pajak Progresif untuk Pengadaan Dana Abadi Pertanggungan Sosial.

Sebaiknya ada Dana Abadi untuk Pertanggungan Sosial tersebut diperoleh dari pajak progresif. Untuk itu perlu dibuat semacam Undang-undang Warisan Warga Negara. Dana yang terkumpul dialoksikan untuk mereka yang terkena PHK atau tidak mampu bekerja karena suatu hal yang telah diatur undang-undang. Setiap orang disana, selain memiliki nomor pembayaran pajak juga ‘security number’. Pembayaran gaji dilakukan on line lewat bank yang bisa diakses oleh pemerintah federal. Nanti, kalau seseorang membayar gaji ada potongan pajak yang progresif proporsional. Pajak itu yang masuk ke kas pemerintah federal untuk dikelola sebagai dana jaring pengaman sosial.

Selain itu ada juga Undang-Undang Warisan, selain pajak ada komponen warisan untuk negara yang harus diberikan si penerima penghasilan. Kedua sumber itu, pajak dan warisan dipakai untuk dana pemberdayaan bagi si penganggur, calon orang-orang terlantar, sehingga warga negara aseli tidak ada yang menjadi miskin karena mampu tidak bekerja. Selain itu ada petugas yang mengecek apakah seseorang itu benar-benar tidak punya pekerjaan atau orang pemalas biasa. Sistem pembayaran gaji on line lewat bank dan bisa diakses pemerintah federal itu bisa mengecek apabila ada orang yang punya penghasilan tapi ingin memperoleh dana pengaman sosial itu. Hal itu mudah diketahui dengan distem yang on line tersebut. Jadi bila ada yang berbohong, akan ada datanya. Seseorang penerima gaji, tidak mungkin menerima dana pengaman sosial.

2. Pembuatan Perda Pemberdayaan Ekonomi Keluarga

Dengan adanya kebijakan otonomi daerah UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999, yang memberi penguatan kepada daerah untuk mengambil inisiatif penyelesaian berbagai permasalahan lokal, kesempatan ini harus diisi oleh stakeholders di daerah.

Untuk itu diperlukan ada inisiatif DPRD untuk membuat perda warisan dan pengaturan jaring pengaman sosial di tingkat lokal. Setelah diberlakukan, perlu diatur agar seluruh penghasilan penduduk dikeluarkan/dibayarkan lewat bank yang on line. Sehingga bisa dipungut pajak dan dana warisan untuk pengelolaan jaring pengaman sosial setempat. Sehingga tidak dimungkinkan orang yang tidak menganggur bisa mengklaim dana pengaman sosial. Pembayaran gaji selama ini, lewat kantor masing-masing, menyulitkan ada bukti bahwa seseorang itu menerima gaji atau tidak, karena setiap pembayaran gaji belum on-line. Intinya diperlukan mekanisme untuk pendanaan jaringa pengaman sosial lewat Perda Dana Warisan untuk menanggulangi masalah kemiskinan di tingkat lokal.

Setelah dana terkumpul Pemda bisa mengembangkan konsep home industry sekaligus menjadikan warganya konsumen keluarga dari produk yang di produksi di antara mereka sendiri dan selebihnya dipasarkan ke pendatang serta diperdagangkan ke luar daerah/luar negeri.

Contoh:

- “Rumah Singgah Wisata Budaya Banten” untuk turis domestik dan manca negara, yang ditawarkan di keluarga Bantten yang dibantu membuat kamar tambahan di rumahnya untuk wisatawan tinggal. Ini bisa menambah income keluarga dan tawaran paket wisata yang berbeda dengan hotel yang sudah ada. Inti program ini adalah wisatawan bisa kost beberapa hari di keluarga Banten. Untuk itu perlu promosi ke manca negara lewat media email internet dan TV internasional.

- Outlet Factory: Pemasaran Langsung Aneka Sepatu dan Sandal Pabrik di Propinsi Banten kepada wisatawan lokal dan manca negara.

- Pengolahan tempurung kelapa menjadi arang aktif untuk norit, inti batray dan briket untuk domestik dan ekspor.

- Pembibitan dan pembesaran ikan lele, gurame, tawes, patin dan bawal tawar.

- Menghidupkan peluang peternakan jangkrik, kroto, semut rang-rang, cuk untuk makanan burung dan ikan hias.

- Pemberdayaan Pengerajin Cinderamata Tempaan dan Cor Logam Rakyat Banten, kerjasama bahan bakunya dengan Krakakatau Steel ntuk kemudian di pasarkan lewat bagian pemasaran di hotel/cottage, pasar tradisional, kampung galery seni dan pasar swalayan ibu kota.

- Budi daya Rumput Laut dan membuat Perusahaan Daerah Pembuat Agar-agar.

- Pemberdayaan Pengrajin Krupuk Kulit dan Aneka Bahan Krupuk Kampung.

- Menghidupkan Perajin Budi Daya Jamur untuk makanan dan Obat-obatan.

- Menghidupkan Perajin Konfeksi skala rumahan untuk pakaian pantai dan santai.

- Promosi Penawaran Investasi untuk Obyek Wisata Petualangan Pantai dan Laut seperti Jelajah Gua, Haiking, Sepeda Laut, Para Sailing, Diving, Snorkling, Bunje Jumping, kanao, jet-ski, lomba memancing di laut, sekolah selam dan renang, dst.

3. Kebijakan Hari Peringatan/Festival/Karnaval

Konon Perdana menteri Jepang pertama pasca perang dunia II, ia maju menjadi PM setelah menanti tidak ada yang mau dan berniat untuk mencalonkan diri. Bisa jadi semua orang memandang suram hari-hari ke depan akibat perang yang membuat luka mendalam dan melelahkan. “Saya ingin maju, kalau tidak ada yang berani maju. Tapi syaratnya Visi saya tolong didukung oleh semua orang Jepang. Saya ingin meningkatkan pendapatan perkapita setiap keluarga Jepang. Maka dari itu tolong dukung saya untuk memajukan ekonomi di tingkat keluarga. Saya akan menjadikan budaya Jepang ini eksotis, banyak pernak-pernik kecil dan dipenuhi hari-hari peringatan. Akan dihidupkan budaya minum teh dan minum sake, ikabana, tatami, masak-memasak, bela diri, melukis, berpuisi, musik, kaligrafi, porselin dan macam-macam lagi dalam rangka peringatan hari-hari bernuansa budaya itu.

Upacara-upacara dan hari-hari peringatan akan diadakan oleh negara. Dalam suasana itu banyak barang-barang atau produk yang bisa dibuat oleh setiap orang dan keluarga untuk bisa diperjual-belikan sehingga mampu memutar roda ekonomi dari tingkat terbawah yang berakar pada keluarga. Sehingga industri kecil, pemasok, sampai pengecer barang mulai berkembang untuk siap menjadi menengah dan besar. Akibatnya setiap orang bisa mempunyai pekerjaan dan tidak ada yang menganggur karena akan tertarik untuk menciptakan barang-barang yang akan diperjual-belikan dalam rangka even-even budaya dan hari peringatan tersebut.

Semua orang terlibat dalam menciptakan lapangan kerja dan menciptakan permintaan pasar sehingga income keluarga meningkat. Visi itu relatif berjalan dan mempu meningkatkan ekonomi orang Jepang yang hancur lebur akibat perekonomian ala perang. Hal itu mendorong kemandirian keluarga-keluarga Jepang dengan visi memulihkan ekonomi lewat pemberdayaan budaya dan penciptaan hari-hari peringatan yang akan menarik orang untuk memproduksi dan berjual beli barang-barang pernak-pernik. Menciptakan hari peringatan sama dengan merangang penciptaan dam pertumbuhan pasar.

Pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal bisa dilakukan dalam koridor otonomi daerah lewat cara: DPRD setempat perlu berinisiatif mengajak Pemda untuk membuat Perda yang menciptakan hari-hari peringatan, festival dan even peringatan budaya yang akan menciptakan pasar lokal yang menarik di tingkat global. Pembuatan produk pernak-pernik, karena pasarnya berupa permintaan akan barang tersebut berkaitan dengan even yang dibuat. Para pelancong pun diberi peluang untuk menambah income penduduk dengan cara Pemda dan DPRD memfasilitasi penciptaan rumah inap (homestay) yang ada di keluarga atau membuat paviliun, kemudian pelancong membayar sewa kepada keluarga itu. Payungnya, berupa even-even budaya dan hari peringatan serta promosi serta sosialisasinya dibuat atas inisiatif DPRD dan Pemda terlebih dahulu. Hal itu berkaitan dengan dinas Pariwisata, tenaga kerja, industri kecil dan koperasi, dan seterusnya. Sehingga semua lini masyarakat bergerak. Hal ini merupakan keputusan politik yang akan berdampak pada pertumuhan ekonomi keluarga.

Kita bisa mengambil pelajaran dari negeri Singapura. Lee Kwan Yew yang memimpin negara kota di pulau kecil yang minus bahan baku industri bahkan air bisa mengubah negerinya menjadi kota jasa, kota perdagangan dan festival. Belajar dari hal itu, maka kalau kita tidak kreatif menciptakan perdangan dan jasa-jasa, dan tidak ramah kepada pendatang maka kota kita akan dijauhi. Orang luar akan malas ke mari dan perekonomian kita akan mati.

Dulu orang Singapore dikenal jorok, meludah sembarangan berpakaian ala kadarnya ketika meramu makanan untuk dijual didepan pelanggan dan mahal senyum.Pendatang kalau keadaan begitu terus akan berpikir beberapa kali dulu untuk mau berwisata dan berniaga. Selain itu Lee Kwan Yew mencanangkan revolusi hidup bersih, hidup ramah. Kota ini harus menciptakan pasar dan jasa-jasa ditengah budaya yang multikultural. Sulwesi Selatan konon mempunyai 6 etnis atau suku yang beragam adat dan kebiasaanya. Ini potensi kultural dan ekonomis yang bisa dikembangkan karena menjadi daya tarik domestik, regional dan global. Untuk membangun itu perlu payung kebijakan publik dan merupakan suatu keputusan politik yang bisa dituangkan lewat suatu Perda.

4. Kerjasama Kawasan & Antar Negara

Membuat kerjasama antar travel biro di luar negeri dan daerah lain agar memasukan paket perjalan wisata terusan mereka ke Indonesian. Jangan ragu memberikan kemudahan dan apresiasi yang wajar untuk upaya sinergi ini. Kuncinya komunikasi dan berbagi peluang unutk maju bersama. Contoh: Paket wisata London-Singapura-Bengkulu-Banten lewat pesawat udara, kapal pesiar dan atau bus pariwisata antar pulau. Lakukan kesepakatan promosi dan pemasaran bersama baik LG to LG (Local Government to Local Government) maupun P to P (people to People) antara lain dengan warga antar kampus, antar pengusaha, antar seniman dan seterusnya secara paralel akumulatif. Mereka secara sinergi bis membuat tema, hari-hari peringatan atau even tertentu yang melibatkan berbagai stake holder yang terkait. Kemudian melakukan kegiatan Public Relation (PR) sepanjang tahun lewat media internet, radio, televisi dan media cetak. Contoh: Program Banten Lautan Sejuta Itik.

Perlu ditawarkan kepada petani dan remaja pencari kerja untuk berternak itik. Caranya Dinas Peternakan bekerjasama dengan pengusaha itik yangberkantor di Menara Kadin, Jl. Rasuna Said, Jakarta Selatan merintis upaya meminjamkan/menjual anak itik kepada warga di Pesisir/rawa/Persawahan, setelah 3-5 bulan bisa dijual atau dijadikan petelur. Untuk itu perlu dihidupkan program pasca panen telur yang dipromosikan lewat iklan keseluruh dunia bisa lewat televisi/internet seperti: Hari “Perang Telur Itik di kota A” sebagian telur direlakan untuk dipakai sebagai alat lempar-melepar sehingga terbangun suasana meriah dan khas. Even ini akan menarik perhatian wisatawan dan investor luar datang ke Indonesia. Saat itu sekaligus digelar perdagangan makanan seperti Itik panggang, bebek tulang lunak yang di-presto, cindera mata kulit telur, Wisata Boga: Masakan Keong Untuk Turis Prancis. Hari Tempura (Masakan Udang Tambak untuk Turis Jepang). Hari Serba Cumi-cumi. Pagelaran Hari Debus Mendunia. Promosi Kearifan Lokal Warga Badui lewat Televisi dan Internet. Even Budaya dan Hari Lingkungan Konservasi . Hari Mengenang Krakatau. Hari Bersih Laut Anyer-Labuan. Hari Serba Beras dan Padi Se-Banten. Hari Permainan Rakyat. Dan sebagainya.

5. Perpindahan Ibukota Negara Berkala setiap 25 Tahun Sekali.

Jika berbagai masalah sosial menumpuk di Jakarta, bisa jadi karena Jakarta adalah ibu kota negara yang menjadi tempat konsentrasi uang dan pembangunan yang begitu cepat. Ibarat gula, berbondong-bondong semut –para pencari kerja- berdatangan ke sana. Jakarta menjadi kota yang kumuh, macet, panas, banyak kejahatan, dan lebih kejam dari ibu tiri.

Ada hipotesa yang perlu dibangun untuk menghindari Jakarta menjadi magnet kampung besar bagi penduduk miskin yaitu membangun pusat pertumbuhan baru di luar Jakarta. Berikan kesempatan kepada setiap propinsi di Indonesia secara bergilir setiap 25 tahun sekali sebagai ibu kota negara. Manfaat yang akan diperoleh adalah terjadinya: 1. Pemerataan pembangunan yang luar biasa. Selama jadi ibu kota negara, wilayah tersebut akan memperoleh percepatan dalam pembangunan. 2. Ide ini dapat menjadi penyelamat integrasi Indonesia, bila penerapan otonomi daerah masih mengecewakan daerah-daerah. Dengan kebijakan ini, ada harapan setiap propinsi untuk menjadi ibu kota negara, artinya berhak memperoleh kesempatan mengelola dana bagi hasil SDA (Sumber daya Alam) sebesar 75 % daeri daerah lain yang kaya SDA-nya.

Konsep hijrah atau migrasi kota ini bukan ide baru, pernah diterapkan oleh Rasullulah Muhamad yang memindahkan pusat kegiatannya dari Makkah ke Madinah, Australia pun memindahkan ibu kotanya dari Sydney ke Canberra, Jerman Bersatu pun memindahkan ibu kotanya ke tempat baru. Indonesia pun di masa perjuangan pernah memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta dan Bukit Tinggi untuk tetap eksis.

IV. Penutup

Untuk menjawab apa yang sesungguhnya dibutuhkan publik menengah bawah untuk difasilitasi oleh pengelola negara dalam rangka menanggulangi kesulitan ekonomi warga negara menegah ke bawah dan penduduk marginal, bukanlah hanya ‘sembako’ saja. Mereka memerlukan kebijakan publik yang bisa memayungi mereka untuk bisa memberdayakan diri.

Pemda dan wakil rakyat perlu menampilkan program-program konkrit untuk memberdyakan masyarakat menuju kemakuran bersama. Gerakan masyarakat lokal untuk mempunyai kesadaran mengerti selera konsumen, punya kreatifitas tinggi, inovasi, estetika dan imajinasi produktif yang tanpa akhir, menjadi lebih jujur, lebih ramah, lebih komunikatif dengan wisatawan, berestetika seni, menjaga dan menggunakan sumber daya alam secara bijak. Jadikan masyarakat kita berfikir terbuka seperti parusut. Parasut akan bekerja baik bila terbuka dan terkembang di tiup angin.

Untuk permodalan, DPR, DPRD dan Pemda perlu membuat Undang-undang/Perda Warisan Plus Pajak Progresif untuk ‘Pengadaan Dana Abadi Pertanggungan Sosial’. Bank Pemerintah Daerah diberdayakan unuk menyalurkan pinjaman tanpa bunga kepada warga yang mau berusaha wiraswasta dengan sistem bagi hasil keuntungan. Untuk itu diperlukan supervisi yang efektif.

Indonesia memerlukan Kebijakan yang bervisi meningkatkan kemakmuran rakyatnya (improving public wealthy) yang menjadi kebutuhan dan harapan orang banyak, ketimbang menyaksikan pemimpinnya yang abai dan sibuk dengan rutinitas dan formalitas upacara dan kunjungan kerja belaka. Jika partai politik sibuk bertikai diantara mereka atau Pemda tidak berbuat apa-apa maka yang paling dirugikan adalah masyarakat. Untuk itu Eksekutif Pusat dan Pemda perlu berbuat banyak hal secara sistematis, terukur, nyata dan terprogram. (SR)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda